Blogger news

Kavling Sajadah di Masjid dalam Rangka 'Membooking' Tempat Ketika Majelis Ta'lim, Bagaimana Fiqih Memandang Hal Demikian?


HUKUM 'BOOKING' TEMPAT MAJELIS DENGAN KAVLING SAJADAH

Oleh: Musyrif Muhammad Ishaac dan Musyrif M. Aditya Firdaus


    Sering kita temui di beberapa masjid ketika mengadakan satu kegiatan keagamaan yang melibatkan banyak orang, seperti majlis ta'lim atau shalat jum'at adanya sajadah-sajadah/alas untuk shalat milik pribadi yang ditaruh di masjid terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar tempat itu tidak ditempati oleh orang lain dan yang empunya sajadah bisa menempatinya. Sajadah-sajadah ini biasanya lebih dahulu ditaruh dan dibiarkan begitu saja sampai tiba pelaksanaan acara, majelis, khutbah, dsb. Maka di sini sangat jarang diketahui oleh saudara kita kaum muslimin tentang fiqih yang mengatur hal ini. Syaikh Zainuddin al-Malibari menulis tentang permasalahan ini di kitab beliau Fathul-Mu'in yang dijelaskan oleh Syaikh Abu Bakr Syatho' di I'anatuth-Tholibin,

وله تنحية سجدات غيره بنحو رجله والصلاة في محلها ولا يرفعها ولو بغير يده لدخولها في ضمانه

    Artinya: "Dan baginya (jama'ah lain) boleh menggeser sajdah orang lain dengan semisal kakinya dan shalat di tempat itu dan jangan dia angkat sajdah itu meskipun dengan selain tangannya karena itu menyebabkan sajdah itu menjadi tanggungannya."

    Di dalam I'anatuth-Thalibin juz 2 ketika mensyarahi ta'bir ini dijelaskan tentang hukumnya mengkavling sajdah ini.

 و له تنحية سجداة في تلك الفرجة لغيره لتعديه بفرش سجادته مع غيبته وفي البجيرم ما نصه وما جرت به العادة من فرش السجادات بالروضة ونحوها من الفجر او طلوع الشمس قبل حضور اصحابها مع تأخيرهم الى الخطبة او ما يقاربها لا بعد في كراهته بل قد يقال بتحريمه لما فيه من تحجير المسجد من غير فائدة كما في شرح م ر وعبارة البرماوي يكره بعث سجادة ونحوها لما فيه من التحجير مع عدم احياء البقعة خصوصا في الروضة الشريفة اه. 

    Artinya: "Dan baginya boleh menggeser sajadah (orang lain yang ditaruh) di tempat yang kosong dari orang shalat di depannya ke tempat lain karena kecerobohan (si punya sajadah) dengan menghamparnya padahal dia tidak ada (duduk di sajadah itu). Di Hasyiyah Al-Bujairimi karangan Imam Bujairimi disebut (Dan apa yang sudah jadi kebiasaan yaitu menghampar sajadah di Raudhah (Masjid Nabawi) dsb (Masjid-masjid lain) dari waktu Fajr (Jum'at) atau terbit matahari sebelum hadirnya si pemilik sajadah itu dan hadirnya nanti ketika khutbah atau dekat-dekat waktu khuthbah maka hal itu tidak jauh/hukumnya dari kemakruhan atau makruh hukumnya. Bahkan ada yang berpendapat haram karena hal itu menyebabkan terhalangnya orang tuk shalat di masjid (terhalang dari kemanfaatan masjid) tanpa ada faedah. Hal ini sebagaimana ditulis Imam Ramli dalam Syarahnya (Nihayatul-Muhtaj). Dan kutipan dari Imam Al-Barmawi (Dan dimakruhkan menaruh sajadah, dsb karena itu merupakan penghalang (tuk memanfaatkan masjid) dan tempat yang dihampar tadi menjadi (tidak hidup atau tidak bisa disalati orang lain) terlebih lagi di Raudhah yang mulia (Masjid Nabawi))"

    Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa hukum mengkavling sajdah di masjid itu adalah makruh bahkan juga banyak ulama yang berpendapat haram seperti Imam 'Ali Asy-Syibromalisi karena hal itu menghalangi orang tuk salat dan beribadah di masjid.

    Namun yang perlu kita ingat sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa hukum sajadah seperti itu disamakan dengan barang luqathah atau temuan. Yang mana jika kita menemukan satu barang dan kita angkat benda tadi dari bumi atau tempatnya meskipun dengan selain tangan maka barang tadi menjadi tanggungan kita. Artinya, jika barang tersebut hilang atau rusak maka kita wajib menggantinya/ menanggungnya karena dengan diangkatnya barang tadi kita dianggap sebagai penanggung jawab dari barang tersebut. Maka dalam kasus sajadah ini jika ingin memindahnya maka pindahlah hanya dengan menggesernya ke tempat lain tanpa sajdah itu terangkat dari tempatnya agar kita tidak menanggung sajadah itu. Adapun hukum salat di atas sajadah kavlingan itu adalah haram jika si pemiliknya tidak meridhoinya.

    Wallahu 'Alam Bish Shawaab. Wallahul-Muwaffiq ila aqwamith-Thoriq

Posting Komentar