Blogger news

Selamat Datang Mahasantri Pemondokan Daring Asrama 4 Ma'had Al-Jami'ah UIN Antasari Banjarmasin-Aditya Firdaus

 

Pada hari Rabu ini, tepatnya tanggal 10 Februari 2021 ini seperti biasanya dalam dunia perkuliahan di kampus yang berlabel UIN khususnya UIN Antasari melaksanakan pembukaan pemondokan yang menjadi semacam kewajiban bagi setiap mahasiswa UIN untuk “measrama” selama 2 bulan.

Meskipun kita pahami bersama bahwa 3 tahap terakhir ini pemondokan kita yang biasanya dilakukan secara offline atau tatap muka kini harus dilaksanakan secara tatap gawai atau online. Meskipun terkadang terasa aneh jika melihat istilah “Pemondokan” maka yang terbayang di otak kita adalah satu aktivitas keagamaan yang sifatnya langsung. Tidur bersama, makan bersama, menuntut ilmu agama dan beribadah bersama. Namun kali ini kebersamaan itu harus diganti dari kebersamaan yang sifatnya hakiki, yaitu pertemuan jasad menjadi pertemuan sinyal lewat gawai masing-masing.

Namun ‘ala kulli hal meskipun pemondokan kita ini dilaksanakan secara online hendaknya tidak mengurangi semangat kita dalam menuntut ilmu di dalamnya. Ada satu kaidah fiqih terkenal yang menjadi acuan dalam menetapkan hukum-hukum Islam. Kaidah itu berbunyi: Ma la yudraku kulluhu la yutraku kulluhu. Artinya, apa saja yang tidak dapat dicapai semuanya jangan ditinggalkan semuanya. Kaidah ini yang mendasari hukum seorang yang anggota wudhunya terluka yang menyebabkan tidak boleh terkena air, maka tidak boleh langsung berpindah ke tayammum, namun harus tetap berwudhu dengan air pada anggota wudhu yang masih sehat, dan bertayammum sebagai ganti dari anggota yang tidak mungkin dibasuh dengan air. Saya teringat salah satu dosen saya yang berprinsip selambat-lambatnya mahasiswa itu datang bahkan meskipun di menit-menit terakhir perkuliahan tetap beliau persilahkan masuk dan dianggap hadir karena mengamalkan kaidah ini.

Maka dapat dipahami dari kaidah tersebut bahwa memang pelaksanaan pemondokan kita saat ini tidak bisa dilaksanakan sebagaimana mestinya, yaitu tatap muka sebagaimana yang dirasakan oleh mahasiswa-mahasiswa baru angkatan sebelumnya. Namun hal itu bukan berarti kita meninggalkan pemondokan itu seluruhnya sehingga kita tidak memperoleh hasil atau manfaat dari pemondokan ini. Namun tetaplah dilakukan semampu-mampunya dengan seminimal-minimalnya, seperti ikhtiar kita bersama lewat pemondokan online ini, meskipun mungkin tidak semanis pemondokan offline namun paling tidak ada hasil yang tetap kita dapat.

Maka, yang paling penting wahai saudara-saudaraku yang selama dua bulan ke depan In Sya Allah akan menyandang gelar mahasantri Ma’had Al-Jami’ah UIN Antasari adalah memperbarui niat kita masing-masing. Apakah niat kita masuk asrama ini?, Apakah karena hanya ingin dapat selembar sertifikat asrama yang menjadi syarat sah untuk KKN?, atau hanya untuk trend semata atau terpaksa. Banyak sekali kawan-kawan dulu yang pada mulanya masuk asrama ini dengan terpaksa, namun ketika berakhir masa pemondokan dia baru menyadari betapa berharganya tiap detik yang dia lalui di asrama ini, betapa berharganya pengalaman, ilmu, dan kebersamaan di dalamnya. Oleh karena itu, mari sing-singkan lengan baju kita dan kencangkan hati kita bersama dengan memasang niat yang benar, yaitu niat measrama untuk menuntut ilmu agama karena Allah swt. semata, bukan karena sertifikat atau motif-motif duniawi lainnya karena apa saja yang diniatkan karena Allah akan kekal dan kita In Sya Allah akan merasakan manfaatnya nanti di negeri akhirat yang abadi. Namun, apa saja yang diniatkan karena selain Allah, maka dia tidak memperoleh bagian lagi di akhirat kelak. Dari sini kita teringat cerita Imam Malik ra. yang mana pada zaman beliau merupakan zaman keemasan ilmu-ilmu keislaman dan orang-orang masing-masing berlomba untuk mengarang kitab-kitab agama terutama hadis dan beliau yang terkenal sebagai pemimpin ulama di zamannya hanya mengarang satu kitab hadis, yaitu Al-Muwaththa’ yang bisa dikatakan tipis jika dibanding kitab-kitab hadis-hadis yang dikarang para ulama di masa beliau. Ketika beliau ditanya tentang hal itu, beliau menjawab, “Apa yang dilakukan karena Allah maka hal itu akan kekal”. Terbukti sampai sekarang kitab beliau menjadi salah satu rujukan utama dalam bidang hadis maupun fiqih terutama fiqih Maliki dan banyak sekali ulama yang berlomba mensyarahi hadis-hadis yang beliau tulis di dalam kitab Al-Muwaththa’ tersebut.

Dalam kitab Al-Asybah wan-Nazhair karya Imam Suyuthi diterangkan alasan mengapa orang kafir itu kekal di dalam neraka padahal kekafirannya hanya terbatas pada waktu hidupnya saja. Begitu juga mengapa mukmin kekal di dalam surga padahal dia beribadah kepada Allah hanya terbatas pada waktu atau usia hidupnya saja? Imam Suyuthi dengan gamblang menjelaskan hal ini bahwa alasan semua itu adalah pada niat. Orang kafir taruhlah misal dia hidup hanya 60 tahun, namun seandainya dia diberi izin untuk hidup selama-lamanya dia akan memilih untuk hidup selamanya dalam kekafiran sehingga di akhirat dia dihukum di neraka selamanya juga karena memandang dari niatnya tersebut.

Begitu juga dengan orang yang mukmin, andaikan dia diberi izin untuk hidup selamanya tentu dia berniat untuk beriman dan menyembah Allah swt. selamanya pula. Hal ini yang menyebabkan dia dibalas dengan balasan kenikmatan surga yang kekal abadi selama-lamanya juga.

Maka dari itu, mari niatkan mengikuti pemondokan ini untuk menuntut ilmu agama yang diwajibkan oleh Allah untuk menuntutnya. Maka, In Sya Allah setiap ketikan jari yang anda tuliskan di gawai anda, setiap waktu yang anda korbankan dalam mengikuti kegiatan pemondokan ini dinilai ibadah dan anda pun dinilai sebagai pejuang fi sabilillah.

Semoga perkumpulan tatap muka yang terhalang jarak ini digantikan dengan perkumpulan kita di surga kelak. Aamiin

Posting Komentar